Kelinci merupakan hewan yang cerdas. Terdapat sekitar 60 ras kelinci yang tersebar di seluruh dunia. Banyaknya pilihan ras ini yang semakin menambah minat pet owner untuk memiliki salah satu dari mereka. Merawat kelinci juga gampang-gampang susah loh! Tapi apakah kalian tahu jika kelinci ini merupakan hewan yang mudah terserang penyakit ? Salah satu penyakit yang dapat menyerang yaitu encephalitozoonosis. Sejak 19 Januari 2000 sampai dengan 27 November 2018, Department of Animal Health of the Faculty of Veterinary Sciences dari University of Leon, Spanyol melakukan nekropsi terhadap 296 kelinci. Dari kelinci yang dinekropsi, ditemukan bahwa sebagian besar kelinci mengalami sudden death yang disebabkan oleh encephalitozoonosis.
(Sumber : rabbitpedia.com/rabbit-breeds)
Apa sih Encephalitozoonsis itu? Encephalitozoonsis adalah infeksi yang dapat menyerang ginjal, mata, dan sistem saraf pada kelinci. Penyakit ini disebabkan oleh organisme yang disebut Encephalitozoon cuniculi atau E. cuniculi, parasit mikrosporidia kecil. Encephalitozoonosis dapat menyerang kelinci, tikus, hamster, anjing, kucing, marmut, dan manusia. Infeksi parasit biasanya menyebabkan kondisi laten pada kelinci, yang artinya sebagian besar kelinci yang terinfeksi tidak akan menunjukkan gejala. Tetapi, pada kelinci yang umurnya semakin tua, ada beberapa gejala yang dapat diamati, yaitu:
1) Katarak putih pada salah satu atau kedua mata;
2) Anorexia (Tubuh yang terlalu kurus)
3) Tremor dan seizure (Gemetaran dan kejang-kejang)
4) Kesusahan berjalan
5) Tortikolis (Leher membengkok karena adanya kontraksi otot)
(Sumber: doi.org/10.1016/j.vetpar.2008.01.047)
Gambar diatas merupakan kelinci yang menunjukkan gejala klinis, yaitu: a) Tortikolis, atau kondisi dimana otot-otot mengalami kontraksi sehingga tampak leher kelinci bengkok; dan b) Katarak pada mata kelinci.
Kelinci dapat tertular penyakit ini melalui urin hewan lain yang terinfeksi dan juga melalui induknya. Pada kelinci dengan gejala klinis encephalitozoonosis, gejalanya tidak selalu berhubungan dengan keberadaan parasit pada jaringannya, tetapi bisa juga akibat peradangan proses yang mengikuti setelah parasit dihilangkan. Hingga saat ini, belum ada obat yang disetujui untuk pengobatan infeksi E. cuniculi pada kelinci. Dalam beberapa kasus studi tentang kelinci peliharaan yang menunjukkan penyakit vestibular, pengobatan dengan glukokortikoid dalam kombinasi dengan enrofloxacin atau oxytetracycline atau fenbendazole berhasil dalam 50% tingkat pemulihan awal, tetapi masih sulit untuk menilai efisiensi protokol pengobatan tersebut.
Bagaimana agar kelinci peliharaan kita tidak terjangkit parasit ini? Jaga kebersihan kandang kelinci dengan memberikan desinfektan untuk kandang secara rutin, dan jangan lupa menjaga kebersihan rumah, ya! Serta rutinlah periksakan kelinci peliharaan anda ke dokter hewan terdekat!
Sumber:
Künzel, Frank and Joachim, Anja. 2010. Encephalitozoonosis in Rabbits. Parasitol Res. 106: 299–309.
Rabbit Pedia. 2019. Rabbit Pedia : Rabbit Breeds From A to Z, access 4 Maret 2021 retrieved from https://rabbitpedia.com/rabbit-breeds/
Valencakova, A., P. Balent, E. Petrovova, F. Novotny, and L. Luptakova. 2008. Encephalitozoonosis in Household Pet Nederland Dwarf Rabbits (Oryctolagus cuniculus). Veterinary Parasitology. 153: 265-269
Comments